Sukses binis roti
Kehidupat ibarat roda. Yang di bawah suatu saat bisa naik ke Puncak. Begitulah kira-kira yang dialami pasangan Ngatijan Kismo Utomo dan Sukinah, pengusaha roti dan cake dari Pandak Bantul. Sebelum sukses berbisnis roti, mereka adalah pencari barang-barang rongsok, pemulung. Pekerjaan yang barangkali oleh sebagian orang dianggap hina.
Kegigihan menjadikan kehidupan keluarga itu kini mapan. Tujuh anaknya sudah punya mobil dan tanah. Semuanya berkat kerja keras orang tua. Padahal, dulu kondisi ekonomi keluarga ini cukup memprihatinkan. Keduanya harus bekerja keras. Jadi loper Koran, tukang becak, sopir dan pemulung. Maklum, mereka dikaruniai 7 anak. Biaya hidup serta kebutuhan lainnya jelas sangat besar. Maka, keduanya harus bekerja.
Mereka menjalani kerasnya kehidupan dengan ketabahan. Perjalanan nasib dilakoninya dengna penuh keikhlasan. Bahkan pengalaman hidup yang paling pahit pun pernah dilakoni mereka pada tahun 1977. Dituduh nyolong sepeda. Karena tetangganya ada yang kehilangan sepeda, tudingan maling pun diarahkan ke Ngatijan.
Akibatnya dia harus merikuk di dalam sel tahanan Polsek Pandak selama 13 hari. Tudingan tersebut didasari alasan, sepeda butut yang ibasa digunakan Sukinah mencari barang-barang rongsok, tiba-tiba stang, porokdansedelnya berubah baru. Hal itu menimbulkan kecurigaan tetangga yang langsung melaporkannya ke polisi.
“Saya dipaksa mengaku. Tapi karena tidak berbuat, ya saya tetap tidak mau. Yang namanya orang susah itu memang harus memiliki kesabarandan keikhlasan. Tapi kebenaran pasti datang, itu yang selalu menjadi keyakinan saya,” papar Ngatijan yang banyak tetangganya acap menyapa dengan panggilan Pak Utomo.
Kehidupat ibarat roda. Yang di bawah suatu saat bisa naik ke Puncak. Begitulah kira-kira yang dialami pasangan Ngatijan Kismo Utomo dan Sukinah, pengusaha roti dan cake dari Pandak Bantul. Sebelum sukses berbisnis roti, mereka adalah pencari barang-barang rongsok, pemulung. Pekerjaan yang barangkali oleh sebagian orang dianggap hina.
Kegigihan menjadikan kehidupan keluarga itu kini mapan. Tujuh anaknya sudah punya mobil dan tanah. Semuanya berkat kerja keras orang tua. Padahal, dulu kondisi ekonomi keluarga ini cukup memprihatinkan. Keduanya harus bekerja keras. Jadi loper Koran, tukang becak, sopir dan pemulung. Maklum, mereka dikaruniai 7 anak. Biaya hidup serta kebutuhan lainnya jelas sangat besar. Maka, keduanya harus bekerja.
Mereka menjalani kerasnya kehidupan dengan ketabahan. Perjalanan nasib dilakoninya dengna penuh keikhlasan. Bahkan pengalaman hidup yang paling pahit pun pernah dilakoni mereka pada tahun 1977. Dituduh nyolong sepeda. Karena tetangganya ada yang kehilangan sepeda, tudingan maling pun diarahkan ke Ngatijan.
Akibatnya dia harus merikuk di dalam sel tahanan Polsek Pandak selama 13 hari. Tudingan tersebut didasari alasan, sepeda butut yang ibasa digunakan Sukinah mencari barang-barang rongsok, tiba-tiba stang, porokdansedelnya berubah baru. Hal itu menimbulkan kecurigaan tetangga yang langsung melaporkannya ke polisi.
“Saya dipaksa mengaku. Tapi karena tidak berbuat, ya saya tetap tidak mau. Yang namanya orang susah itu memang harus memiliki kesabarandan keikhlasan. Tapi kebenaran pasti datang, itu yang selalu menjadi keyakinan saya,” papar Ngatijan yang banyak tetangganya acap menyapa dengan panggilan Pak Utomo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar